Era digital meniscayakan
keterbukaan dan transparansi dalam setiap aktivitas manusia. Bagi pengguna
android yang terkoneksi dengan akun google, pernahkah kita sadar bahwa
kehidupan kita selalu dikuntit dan data kita tersimpan dalam cloud servernya
google. Pernahkah kita sadar bahwa aktivitas kita, kemana kita pergi, apa yang
kita buka, tonton, dan cari memiliki catatan di google? Artinya bahwa kebebasan
kita membahayakan diri kita sendiri. Apalagi saat kita melakukan streaming
namun tidak menggunakan akun resmi pada aplikasi tersebut. Bisa-bisa data pada
smartphone yang terkoneksi ke internet dicuri oleh orang lain, sebagaimana yang
pernah terjadi pada seorang photographer, foto-fotonya dicuri dan tersebar pada
penyedia stokfoto.
Akhir Desember 2020, tepatnya
tanggal 28, Smartfren Community yang disupport langsung oleh Community
Development Smartfren menyelenggarakan live talkshow melalui Instagram Live.
Menghadirkan Narasumber Relawan TIK Kabupaten Bandung yang juga Guru TIK di
Ciwidey Kabupaten Bandung, Asep Soehendar.
Menurut Asep, salah satu contoh
agar kita bisa mengamankan data yang ada pada smartphone yang terkoneksi ke
dalam jaringan internet yaitu dengan menggunakan atau mendaftar sebagai
pengguna resmi. Misalnya menggunakan aplikasi netflik atau iflix, gunakan akun
resminya. Agar data kita dilindungi oleh penyedia aplikasi. Karena saat kita
unduh aplikasi streaming dan kita langsung tonton tanpa menggunakan akun, bisa
membahayakan data kita yang dapat diakses oleh orang yang tidak bertanggung
jawab. Bukan hanya soal akun, saat kita bertransaksi secara virtual misalnya
penggunaan kartu kredit, dengan terpasangnya akun CCTV yang terkoneksi dengan
internet, harus hati-hati karena bisa membuka peluang data kita dijebol oleh
seorang cracker.
Tantangan Literasi Digital Era
Pandemi
Tantangan literasi digital di era
pandemi lebih ditekankan pada pribadi-pribadinya, karena pada akhirnya
kemampuan seseorang dalam mengendalikan, menggunakan, dan memanfaatkan
perangkat digital sangat berdampak terhadap kehidupan pribadinya. Walaupun
seseorang telah mengetahui dan paham manfaat, fungsi, atau bahayanya perilaku
dalam mengakses internet akan tetapi jika seseorang itu tidak hati-hati dan
kebiasaan lama masih tetap dilakukan dalam menggunakan perangkat maka bisa jadi
membahayakan. Oleh karena itu, sebagai relawan kita tetap memberikan
pendampingan atau pelatihan-pelatihan literasi digital.
Menurut Asep, tantangan yang
paling sulit adalah kebiasaan dan perilaku dalam mengakses internet. Karena
kebiasaan itu sulit diubah. Misalnya saat murid-muridnya banyak akun media
sosialnya yang dihacker atau tidak bisa diakses lagi. Ini karena kebiasaan
mereka yang fokus pada perilaku konsumtifnya dibandingkan dengan kehati-hatiannya.
Misalnya seperti ada link yang masuk, lalu main klik begitu saja tanpa berpikir
kritis, padahal itu adalah virus phising sebagai jebakan batman. Jika kita klik
maka, akun dan pasword kita bisa diambil oleh penyebar virus tersebut.
Selain kebiasaan sifat konsumtif,
bagi Asep, kebiasaan mengakses wifi publik juga menjadi tantangan dan berbahaya
karena akses internet dan data kita bisa diakses oleh orang lain. Setiap yang
masuk akses wifi publik, jika ada yang jahat, mereka bisa mengakses data kita,
apalagi jika telah menggunakan fasilitas wifi tidak melakukan log out. Data kita bisa
diakses oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Oleh karena itu, daripada
menggunakan wifi publik lebih baik menggunakan data personal, misalnya dengan
kuota nonstop-nya smartfren.
Apa yang dikatakan oleh Asep,
persis seperti narasi dalam tayangan film Cybergeddon, mengakses wifi publik
sama saja kita memberikan akses ke dalam data kita pada smartphone milik kita.
Asep menyarankan daripada mengakses wifi publik lebih baik kita berkorban
mengeluarkan data pribadi, dengan harga data 10ribu saja, sudah bisa menikmati
akses data tapi aman, dibandingkan wifi gratis bisa merugikan, bahkan mungkin
pulsa dan kuota data yang kita miliki dicuri.
Terkait dengan literasi digital untuk
remaja dan atau anak, menurut Asep, ada 3 aspek; pertama tentang kesadaran
data, analisis data, dan kemampuan fokus. Banyak data di internet, mana data
yang dibutuhkan dan prioritas untuk kebutuhan pembelajaran dan mana yang bukan,
oleh karena itu aspek keduanya harus mampu menganalisis data tersebut agar data
yang dibutuhkan bisa digunakan dan dimanfaatkan untuk kebutuhan literasi dan
pembelajaran. Jika bisa menganalisis data maka kita bisa fokus karena datanya
sudah jelas mana yang dibutuhkan.
Nah yang menjadi persoalan,
menurut Asep, karena belum masuk pada kesadaran data dan ketidakmampuan
menganalisis data, maka biasanya orang tua saat mendampingi anaknya sulit untuk
fokus. Dengan kemampuan menganalisis data, maka orang tua tahu dan paham apa
yang dilakukan anaknya sehingga fokus pada apa yang dilakukan oleh anaknya.
Karena era sekarang bukan jamanya bermain larang-larangan.
Apa yang disampaikan oleh Asep,
jika dikaitkan dengan fenomena sekarang, yaitu ketika anak-anak bermain game
roblox. Maka seharusnya yang dilakukan adalah kemampuan orang tua dalam
menganalisis data-data yang ditampilkan oleh roblox. Bagi Asep, tidah usah
anaknya dilarang, justeru orang tua harus mampu masuk ke dalamnya sehingga
orang tua bisa menganalisis, apa yang menjadi kelebihan dan kekurangan dari
game tersebut. Hal ini, bagi Asep justeru akan mendorong anak memiliki
kemampuan mengeksplore, dibandingkan dilarang.
Memang, apa yang disampaikan oleh
Asep, secara psikologis, jika kita terlalu banyak melarang aktivitas yang dilakukan
oleh anak, akan mengkrangkeng sifat kreativitas anak, karena kebebasannya
menjadi terkekang sehingga memunculkan keterikatan anak pada larangan tersebut.
Bisa jadi anak menjadi trauma. Ini juga menjadi tantangan bagi literasi secara
umum, di samping juga relevansinya sangat kuat keinginan-keinginan anak untuk
masuk dunia digital melalui game. Oleh karena itu, biarkan anak masuk tapi
tetap kita dampingi.
Jika literasi dikaitkan dengan
keterampilan dasar berkomunikasi, maka ada dua hal yaitu kemampuan reseptif dan
kemampuan produktif. Dari dua hal tersebut bisa dijabarkan sebagai berikut;
Communication, critical, creation, colaboration.
Smartfren sejak lama berkomitmen
untuk memajukan anak bangsa melalui edukasi digital, salah satunya adalah
literasi. Selama bertahun-tahun telah bermitra dengan, misalnya Relawan TIK
Indonesia melaksanakan melalui program relawan TIK Goes to School dengan tema
khusus gerakan literasi sekolah. Dan
selama pandemi, smartfren dengan smartfren community selalu hadir setiap
harinya melalui program literasi dan edukasi, baik melalui media sosial ataupun
aplikasi meeting online. Semoga tetap membumi!***[]
Post a Comment for "Membumikan Literasi Bersama Smartfren Community"
Terima kasih telah berkunjung, tunggu kunjungan balik saya ya...