Wisata Edukasi Kopi Garut
Wisata Edukasi Kopi Garut |
Rabu (28/10/2015) adalah sejarah bagi Riswan dan kawan-kawan,
karena bisa menyuguhkan kopi asli Garut di tempat yang sama, Kopi Garut ya
bertempat di Garut. Selama ini, kopi Garut jarang dinikmati oleh masyarakatnya
karena kopi-kopi berkualitas tersebut dijual ke daerah luar Garut seperti
Bandung, Jakarta, atau kota-kota besar lainnya bahkan untuk diekspor. Seperti
hasil penuturan dari seorang peserta pameran Paranti Garut beberapa waktu lalu,
bahwa kopinya tidak dijual di Garut tetapi khusus pesanan-pesanan dari luar.
Kopi jenis Arabica Indonesia adalah salah satu jenis kopi
terbaik di Dunia. Bahkan pada jaman penjajahan Belanda, Kopi Indonesia dengan
nama Preanger merupakan kopi favorit yang sangat terkenal di seantero Eropa. Walaupun
jenis kopi Preanger adalah Robusta. Kopi Preanger adalah kopi yang diproduksi
di wilayah Garut. Dengan ketinggian memadai, kopi-kopi yang berasal dari Garut
adalah kopi-kopi yang berkualitas. Wajar jika orang Eropa sangat menyukai kopi
tersebut.
Karena kualitasnya, Kopi Garut juga banyak dilirik oleh buyer
dari mancanegara. Setidaknya itulah yang dialami oleh Riswan, pemilik kedai
kopi Master Black Coffee yang berada di area Jalan Merdeka Garut. Berawal
sebagai pemasok, Riswan menyadari bahwa kopi yang ditanam di dataran tinggi
Garut adalah kopi-kopi yang berkualitas tinggi. Wajar saja jika pada pameran
kuliner yang diselenggarakan oleh Bakorwil Priangan beberapa waktu lalu, kopi Garut
banyak diminati oleh para pecinta kopi di luar Garut. Sementara di Garut
sendiri tidak dipasarkan.
Masyarakat Garut tidak pernah menikmati hasil dari
produksinya sendiri. Sementara jika ingin menikmati kopi berkualitas ia harus
keluar Garut, misalnya Bandung. Padahal seperti penuturan Riswan, banyak
penikmat kopi di Garut. Hal ini juga yang mendorong Riswan dan Barista asal
Bandung untuk membuka kedai kopi di Garut.
Penikmat dan Pecinta
Kopi yang dibuat aneh-aneh seperti ini, tidak lebih nikmat dibandingkan kopi murni. Wisata Edukasi Kopi Garut. |
Ada dua jenis pelaku dalam menikmati kopi. Pertama, Penikmat
dan kedua Pecinta. Saya menambahkan satu lagi jenis, yaitu style. Jenis pertama adalah mereka yang fanatik terhadap kopi
tertentu. Misalnya fanatik terhadap kopi original. Menurut Riswan, di Garut
banyak para penikmat kopi, sayang mereka tidak terfasilitasi oleh ketersediaan
kedai kopi. Kini, karena ternyata cukup banyak penikmat kopi, bermunculan
beberapa kedai yang menyuguhkan berbagai jenis kopi di daeah Garut. Salah
satunya yang dididirikan oleh Riswan dan kawan-kawannya.
Jenis kedua adalah pecinta kopi. Pecinta kopi adalah mereka
para penyuka berbagai jenis kopi. Mereka tidak fanatik terhadap satu jenis
olahan kopi. Rata-rata mereka mencoba berbagai jenis kopi sebagai dinamisasi.
Jenis ketiga adalah jenis style. Mereka adalah para metroseksualis
yang cenderung menyesuaikan dengan gaya hidup. Di saat kopi dan berbagai
olahannya sedang naik daun dan dibicarakan dimana-mana ia juga ikut
menyesuaikan agar tidak ketinggalan. Para style ini tentu berbeda-beda tingkatan. Ada yang
pemula, yang belum teredukasi dengan berbagai jenis kopi dan hasil olahannya.
Namun ada juga yang masuk kategori biasa. Karena sudah beberapa kali melakukan
persentuhan dengan kopi, setidaknya para stylis ini tahu macam kopi apa yang
akan diminumnya.
Nah, seperti saya masuk kemana?
Saya tidak masuk ketiga-tiganya.
Hanya saja meminum kopi lebih punya tujuan fungsional, yaitu mengusir kantuk
dan sedikit menyegarkan badan yang sudah mulai lemas karena kantuk. Hanya saja,
dengan maag yang saya derita. Saya tidak berani minum kopi sembarangan.
Sabtu tepat seminggu yang lalu
(31/10/2015) saya berkesempatan mengunjungi Master Black Coffee, Jl. Merdeka
No.1 Garut. Saat mendengar jalan merdeka nomor 1, terkenang bahwa tempat ini
adalah tempat nongkrong saat SMA. Saat SMA sering berkumpul hanya untuk melepas
lelah dan bercengkrama bersama kawan.
Berawal dari pertemanan media
Jejaring Sosial, dan penasaran dengan keramahannya. Sampailah saya di lokasi
Master Black Coffee. Maksud hati ingin membahas program bersama beberapa mahasiswa
di Garut, jadilah saya mendapatkan edukasi tentang kopi. Sementara bahasan
programnya tertunda, karena waktu tidak memungkinkan.
Robusta dan Arabika
“Moccacino saja”, ujar saya kepada
penyaji, sesaat ditawari untuk kedua kalinya.
Sesaat setelah menyeruput kopi, Sambil
merasakan rasa cokelat yang kental dalam lidah, datanglah owners dan Barista,
yang kemudian saya tahu namanya Riswan. Ia adalah pemasok roaster ke beberapa
cafe di Bandung juga pernah menjadi konsultan festival kopi di Soreang Kabupaten
Bandung. Pembawaannya kalem dan low profile. Ia telah 4 tahun menggeluti kopi.
Sejak 2011 ia menjadi pemasok roaster. Kopinya sendiri ia roasting sendiri
sehingga kualitasnya betul-betul terjaga.
Setelah kenal dengan cafe-cafe dan
para Baristanya. Tahun 2013 ia bekerja sama dengan Barista yang bosan dengan
rutinitas kerja. Mereka pun sepakat untuk mendirikan kedai kopi. Kopinya
diroasting sendiri. Kemudian diolah sendiri. Sehingga kualitasnya betul-betul
terjaga, baik dari rasa ataupun aroma.
Karena menjelang sore pengunjung
sudah berdatangan, jadilah saya ditemani Riswan. Ia bercerita, bahwa semua kopi
yang disajikannya adalah Arabica. Barulah saya tahu setelah bertanya, bahwa ada
dua jenis kopi secara umum, yaitu Kopi Robusta dan kopi Arabica. Kedua jenis
kopi ini berbeda dari bentuk kopinya. Kopi Arabica cenderung bijinya pipih dan
melonjong sedankan Robusta bijinya bulat.
Dari hasil obrolan tersebutlah saya
tahu bahwa ternyata kandungan caffein dalam kopi robusta lebih tinggi dari kopi
arabika atau sebaliknya, jenis kopi arabika menghasilkan caffein yang rendah.
Hal ini juga barangkali yang menyebabkan perut saya tidak terlalu bereaksi dan
baik-baik saja saat beberapa kali menyeruput kopi di cafe. Karena jenis kopi
yang disajikan adalah jenis kopi Arabika.
Menurut Riswan, memang betul, jenis
kopi Arabica ini tingkat zam asamnya cenderung rendah sehingga bisa dinikmati
juga oleh para pecinta kopi atau mereka yang stylis. Ya harus diakui dan jujur,
beberapa kali menyeduh kopi di cafe memang perutnya cenderung berdamai, bukan
karena tempatnya nyaman, namun lebih pada jenis kopinya.
Hanya saja, kopi jenis Arabica,
setelah saya searching memang harganya lebih mahal dari pada jenis kopi
robusta. Wajar jika kopi di cafe-cafe atau kedai kopi harganya bisa berkali-kali
lipat dibandingnya dengan warung kopi biasa. Selain teknik penyajian, keahilan
Barista, rasa, aroma, juga jenis kopi yang disajikannya adalah kopi Arabica.
Roaster dan Barista Berkualitas, Aroma dan Rasa yang
Berkualitas
Sambil menyeruput Kopi, Riswan juga
mengedukasi teman-teman mahasiswa yang saat itu tampak bersemangat menyaksikan
simulasi kopi khas @masterblackcoffee, V60. Sambil menyimulasikan pembuatan
kopi Riswan bercerita bahwa keinginannya ini adalah untuk menjadi kualitas
kopi. Ia tidak ingin roaster hasil roastingnya disajikan juga dengan Barista
berkualitas sehingga menghasilkan rasa berkualitas terutama konsistensinya.
Menurut penuturannya, tidak sedikit
cafe-cafe di kota tidak bisa menjaga kualitas kopi karena roaster yang
dijadikan bahan berbeda-beda kualitasnya. Selain itu, penyajinya juga kurang
ahli. Wajar jika pada akhirnya kualitasnya juga baik dari aroma ataupun rasanya
juga berbeda. Hal inilah yang ingin dijamin oleh @masterblackcoffee. Riswan
melalui @masterblackcoffee ingin menjamin bahwa kopinya berkualitas sejak dari
pemilihan bijinya, roastingnya, pengolahannya, hingga penyajiannya. Oleh karena
itu, ia pilih kopi dari dataran 800 mdpl di Gunung Windu yang terletak di
antara Cikajang dan Pakenjeng.
Bagi Riswan, yang sudah 4 tahun
menggeluti kopi. Kopi berkualitas adalah dari konsistensi rasa dan aromanya.
Untuk menjaganya harus dijamin dari proses awal hingga penyajiannya.
V60, Special @masterblackcoffee dengan Aroma Wine dan Cokelat
V60 salah satu metode meracik kopi. Wisata Edukasi Kopi Garut. |
Sambil bercerita, Riswan sambil
melakukan simulasi membuat V60. Bagi pemula, rasanya seperti espresso, namun
lebih tipis dan halus. Sama-sama disajikan dalam sloki, V60 punya rasa yang
nendang. Proses pembuatannya cukup lama bisa mencapai 15 menit, seperti
dituturkan oleh Giri dalam tulisannya ini.
Menurut Riswan, V60 bisa menghasilkan
aroma yang berbeda-beda, pertama aroma wine dan kedua aroma Choco atau cokelat.
Aroma wine diperoleh dari metode roasting, disebut dengan metode honey process yaitu pada masa penjemuran
biji kopi, kulit tandunya tidak dikelupas. Hal ini dimaksudkan agar dapat
menyerap glukosa. Sementara untuk roastingnya sendiri dengan cara pengaturan
suhu, sehingga menghasilkan aroma tertentu. Wajar saat saya mencium roasternya,
tidak berbau gosong. Kata kunci dari aroma wine ini Fruity
like grave biter dark choco sweet like honey clean after taste.
Sedangkan aroma choco pada dasarnya
metode penjemuran dan roastingnya sama hanya pengaturan suhu yang berbeda dengan
penghasil aroma wine. Kata kunci dari aroma Choco adalah Acidity like strawberry sweet
like dry strawberry medium hight chocolate aroma and taste.
Alhasil, ngopi di @masterblackcoffee
bukanya hanya bisa berlama-lama nongkrong sambil ngopi, juga bisa mendapatkan
ilmu tentang kopi. Setelah teredukasi tentang V60 dengan rasa nendang dan tipis
dengan tingkat keasaman yang halus, next
time harus teredukasi dengan jenis kopi lain agar tidak ‘gaptek’.
Kapan Pak ke kedai lagi? Sebuah pesan
bbm masuk. Belum ada rencana, yang pasti jika melawat Garut lagi, harus mencoba
olahan kopi ala @masterblackcoffee***[]
Reblog dari blogar.co yang telah tiada :)
note: masterblackcoffee awalnya bertempat di Jalan Merdeka, tapi sekarang entah! Wisata Edukasi Kopi Garut.
Post a Comment for "Wisata Edukasi Kopi Garut "
Terima kasih telah berkunjung, tunggu kunjungan balik saya ya...