Pahami Karakter Medsosmu, Brosis! Jangan Sampai Keuwuan Membawa Sengsara
Uwu, seuwu tulisannya! @abahraka |
Warganet 62 terkenal
Julid, karena kejulidannya yang sudah melewati batas wajar, sampai-sampai lahir
frasa netizen mahabenar. Namun pada sisi lain, netizen 62 juga terkenal dengan
sikap empatiknya di dunia lain, apalagi jika dibubuhi dengan kata Please twitter,
give your magic!, dengan cepat postingannya akan tersebar ke mayantara.
Akhir-akhir ini
fenomena semacamnya menjadi pemandangan yang biasa di twitterland, yang bisa
menyebar ke seantero negeri medsos lainnya. Jika awalnya, saya sering melihat
fenomena tersebut karena isu-isu politik, belakangan tentang keuwuan anak
tanggung sampai menu bekal suami pun dijulidin netizen maha benar. Wajar jika
abegeh tersebut mendapatkan spill of the tea, karena sebelumnya, sang lelaki
menggoda perempuan lain, sampai minta pap sensitif segala. Etapi menu bekal
suami, kenapa dijulidin juga? Nah, kejulidan ini mengetuk tangan-tangan gatal
saya, untuk menuliskan dalam bentuk catatan tak berdaya ini.
Sulit Melihat Orang
Bahagia
Kenapa melihat orang
bahagia begitu bencinya, dan saat orang berbagi inspirasi, seperti menonton
kesalahan hakiki? Sedangkan berbagi posisi batu bata rumah di atas kusen pintu
jadi inspirasi?
Asumsi saya, kedua
contoh kasus tentang keuwuan erat hubungannya dengan rasa! You know lah, rasa
itu ibarat lidah, saat badmood, makanan enak apapun tetap tidak punya taste.
Hambar. Jika tidak enak justeru mengundang emosi. Apalagi bagi seseorang yang
selama hidupnya belum pernah merasakan manisnya berpasangan. Jomlonya udah
takdir. Untuk merasakan keuwuan, para jones badmood harus sering-sering nonton
drakor. Nah, saat drakor selesai, badmood-nya memuncak lagi. Saat keuwuan orang
muncul pada temlen, mencabik-cabik perasaannya, yang udah lama garing bertambah
kering kerontang. Komentarnya pun autojulid. Belum lagi situasi sulit seperti
sekarang menjadi pelengkap kejulidannya.
Kalau di temlennya
muncul postingan keuwuan dengan dengan mutualannya, apakah itu tidak bikin
panas? Sementara dirinya, yang sudah lama ngecengin anak tetangga, gak pernah
dapat. Apalagi saat seorang istri sholehah, begitu cintanya, setiap hari
membuatkan sarapan dan bekal, apa gak merasa gagal tuh kaum feminis dalam
mendidik kaumnya agar memberontak patriarki? Maka muncul kejulidan-kejulidan
berlapis yang akan diarahkan kepada siapapun yang pamer keuwuannya. Betapapun
keuwuan yang wajar.
Nah, kalau sudah
kejadian seperti ini, yang repot bukan hanya penikmat keuwuan semu dunia maya,
juga para juliders yang tidak bisa tenang hidupnya. Karena setiap menonton
keuwuan orang lain, hatinya panas bin julid.
Bukan untuk Fomo
Sapiens
Pada negeri sebelah
(baca Instagram), keuwuan menjadi hal yang lumrah. Bahkan keuwuan yang remeh
temeh pun sering menjadi konsumsi warganya. Senang-senang aja tuh. Bahkan dapat
laik dan komentar banyak. Gak ada yang julid. Kecuali seleb yang banyak
haternya. Sepertinya, berbagi keuwuan di negeri sebelah itu, menjadi paten bagi
negeri tersebut. Hal yang sulit terjadi, kalau orang-orang biasa (folowernya
masih dikit) dijulidin sama warganet biasa juga.
Wajar jika negeri ini
terkenal dengan sebutan negerinya tukang pamer; dari remeh temeh hingga ramah
tamah, dari yang sederhana hingga yang mewah. Dari dapat voucher 50ribu, hingga
dapat giveaway jutaan. Dari yang dapat untung ribuan hingga puluhan juta. Dari
usaha jual cilok sampai usaha jual intan. Dari yang hanya makan sama ikan asin,
sampai yang makan ikan Arwana harga jutaan (dikiranya ikan Arwana buat
digoreng). Semua lumrah terjadi dan tidak pernah terjadi kericuhan.
Kaum julid juga malas jika harus numpahin teh di negeri kaum FoMO! (Fear of Missing Out). Karena pasti setiap orang berlomba-lomba pamer segala hal. Gak ada kesempatan kaum julid bikin ricuh, karena setiap netizen berkomentar dengan keuwuannya masing-masing. Mereka yang pseudo UWU, tidak punya kesempatan sama sekali untuk menuangkan tehnya. Maka pembalasan kaum julid lari ke twitterland, yang memungkinkan setiap orang membuang semua sampah dan sumpahnya.
Lengkaplah twitterland
oleh beragam manusia; dari yang terpelajar, politisi, para UWU, sampe penyedia
jasa esek-eesk. Sejak pemilik twitter memfasilitasi dengan beragam fitur yang
unyu, banyak generasi abal-abal pindah ke sini. Dengan akun abal-abal mereka
menjadi zombie di siang hari. Memakan semua hal yang berbau rasa dan keuwuan.
Menyerang kebijaksanaan yang tidak mereka dapatkan di lingkungannya nyatanya.
Jadi, saranku, Kaum
FoMO Sapiens, silahkan bersenang-senang di negeri yang memanjakan dirimu, yaitu
di Instagram yang bersih, wangi, dan penuh pesona. Jangan di twitterland yang
sudah basah oleh kucuran liur sampah serapah dan semua jasa hampir semua
tersedia. Tapi lain hal, jika kamu seleb, apalagi pecandu sahdu, betapapun
sampahnya cuitanmu, pasti disambut bahagia oleh mereka.
Anda harus sadar diri
sebagai orang biasa, tunjukkanlah bahwa anda juga biasa, jika perlu, tunjukkan
kesulitan anda, karena justeru mereka kaum Julid cukup bahagia melihat
kesulitan. Mereka pun langsung percaya, karena kesulitan serupa dengan
kekeringan rasa mereka. Walaupun pada akhirnya mereka tertipu dengan simulacra
mayantara.
Tapi tidak sedikit kok,
bahwa kesulitan-kesulitan itu nyata dan berbuah bahagia, karena; entah itu yang
sedang bertahan hidup dengan berjualan, menjual motornya, ataupun jenis
kesulitan lain misalnya diusir ibu tiri. Kesulitan mereka disambut dengan
empatik.
Pahami Karakter
Medsosmu, Brosis!
Setiap media sosial
memiliki niche-nya masing-masing. Tidak menyamaratakan perlakukan pengguna
terhadap semua media sosial menjadi pilihan bijak, jika eksistensi kita ingin
diakomodasi. Mungkin itu kata-kata bijak yang saya miliki untuk penduduk tiap
media sosial. Walaupun, tidak semua media sosial membuat segmentasi tertentu.
Misalnya, twitter hanya untuk kaum terpelajar dan melek politik. Siapa bilang?
Toh sekarang, politik bukan tema satu-satunya yang sering trending. Isu-isu
remeh temeh dan bahasan generasi lebay juga banyak kok di sini.
Jika di negeri
tetangga, Instagram, kalian mau pamer segala macam sah-sah saja, sepertinya
negeri tersebut memang yang paling cocok. Tapi tidak cocok untuk berbagi
informasi link berita, karena cocoknya di dunia lain, facebook, yang sudah
sangat berjubel dari anak gadis sampai nenek kakek.
Kalau mau cari gebetan,
tentu kalian tidak cocok mencarinya di negeri kantoran semacam LinkedIn, karena
negeri tersebut khusus untuk para jobless dan penebar lowongan kerja. Kalian cukup
pergi ke negeri Tinder atau Tantan. Begitu juga kalo mau cari cowok atau cewek
yang gampang untuk bermain-main di kosan, tentu tidak di medsos itu, tapi di
youchat.
Jika kalian ingin menjadi betul-betul maya dengan informasi yang seringkali mengagregasi keviralan dari media online tidak jelas, kalian harus paham, itu ada di line. Atau jika kalian ingin memalsukan informasi, jangan bermain di Wikipedia, tapi bikin blog sendiri. Karena Wikipedia berisi orang-orang dengan berjubel pengetahuan.
Jadi bagi medsos
addict, kalian harus paham karakter dari aplikasi jejaring tersebut, agar
kalian tidak kena julid dan aplikasi kalian tidak rusuh. Jangan sampai kalian
tidak tahu ‘niche’ yang lagi trend pada setiap aplikasi tersebut, karena salah
tema saat berbagi, kalian bisa berakhir sengsara. Tapi jika tepat, kalian akan
berakhir bahagia. Ya, bahagia yang semu!.***[]
Medsos memang membuat banyak karakter orang Yang terpenting adalah FOMOnya itu.
ReplyDeleteBetul sekali Mas Cas, emang lebih dominan FoMO nya ya...
ReplyDelete