Menikmati Eksotisme Jalur Alternatif Kamojang

Menikmati Hutan Kamojang Ecopark/ dok. Abah Raka
Untuk Idul Fitri tahun ini, saya memilih rute Kamojang yang berbeda untuk perjalanan pergi dan pulang. Jalur ini memang tidak sepopuler jalur alternatif yaitu jalur Chijapati karena sangat panjang dan terjal, sekitar 7 km dari pintu keluar pasar Ibun hingga hutan Mandawangi Kamojang.

Jika dicermati, infrastrukturnya sebenarnya sudah cukup memadai, bahkan Pemprov Bandung sudah membangun jalan baru agar  lebih nyaman bagi masyarakat yang melewati jalur tersebut. Masuk ke Garut, infrastrukturnya juga sangat baik dan dilengkapi  PJU, namun jalan di beberapa tempat seperti Langdu Krung berlubang cukup parah.  Tidak semua kendaraan dapat mengambil jalur Kamojang sebagai jalur alternatif. Karena tanjakan dan turunannya sangat curam.

Kamojang Hill Bridge dan Cukang Monteng
Kamojang Hill Bridge, pintu masuk Cukang Monteng/ Abah Raka

Kamojang merupakan  kawasan pertambangan gas alam yang menjadi sumber pembangkit listrik di kabupaten Bandung. Letaknya kurang lebih 45 km dari  Bandung dan 25 km dari  Garut. Kamojang telah dikenal sebagai objek wisata kawah selama puluhan tahun. Merupakan gunung berapi dan seperti gunung berapi lainnya merupakan bagian dari kawasan Gunung Guntur, sehingga gas alam menjadi sumber pembangkit listriknya.

Dua perusahaan mendukung pasokan listrik negara: Pertamina Geothermal Energy dan Indonesian Power (sebelumnya PLN Kamojang). Kamojang terletak di Kecamatan Ibun Kabupaten Bandung, berbatasan dengan Kecamatan Samarang-Galut.

Jalur ini kalah populer sebagai jalur perbatasan dibandingkan Nagreg yang memiliki jalan bercabang dan juga merupakan jalan raya nasional karena merupakan perlintasan antarprovinsi. Pegawai dua perusahaan pelat merah yang mengelola kawasan tersebut lebih memilih membangun  perumahan bagi pegawainya di kawasan perkotaan Garut dibandingkan di kabupaten Bandung karena kemiringan lereng yang terjal. Terdapat jalan terjal di kawasan Cukangmonteng.

 Oleh karena itu, wajar jika jalur ini kurang populer sebagai jalur alternatif. Kecuraman rute ini sering kali harus dibayar mahal. Sejak Pemprov Bandung membuka jalur baru melalui Lereng Monteng pada tahun 2016, jalur ini menjadi populer di kalangan wisatawan. 

Rute ini  memanjakan mata orang yang lewat, terutama bagi pengendara touring. Setelah mendaki 7 km dari Pasar Ibnu dan beberapa ratus meter menuju Jembatan Bukit Kamojang, pengendara akan melihat jembatan  kuning yang berani dan megah dengan latar belakang Pegunungan Kamojang dan Hutan Mandarawangi.

Di kawasan Jembatan Bukit Kamojan, lebar jalan jalur alternatif sangat lebar, yakni tiga kali lebar  jalan Ibnu Kamojan. Hal ini bertujuan agar pengemudi leluasa memarkir mobilnya di area yang relatif aman, yakni menjorok ke pinggir jalan depan jembatan. Terdapat juga tempat parkir yang tersedia di toko-toko sekitarnya. Jembatan bercat kuning ini menjadi simbol baru Kabupaten Bandung yang megah dan Instagrammable. Banyak pejalan kaki yang secara sadar mengambil foto selfie di jembatan ini.

Jalur Kamojang; dari Ikon Baru, Kawah, Eco Park hingga Resort
Jalan Kamojang, jalur asri nan eksotis/ Abah Raka
Jalur mudik atau balik alternatif Kamojang menyimpan banyak destinasi yang dapat dijadikan tujuan wisata. Mudik melalui jalur ini adalah sama dengan menikmati surga wisata Alam di wilayah perbatasan Bandung dan Garut. Sejak memasuki Kamojang Hill Bridge, pemudik bisa menikmati megahnya jembatan sambil berswafoto. Tentu saja foto-fotonya bisa diandalkan untuk diposting di media sosial apalagi bagi penganut narsisme atau sekedar latar smartphone pemudik.

Melewati jembatan, pemudik akan bersua dengan satu kawasan sejuk, Hutan Mandalawangi yang bisa dijadikan sebagai alternatif untuk beristirahat sejenak. Jika Jembatan memiliki latar gunung Kamojang yang cukup eksotis. Hutang Mandalawangi punya latar pohon pinus yang seksi. Sejak memasuki kawasan hutang lindung ini, walaupun matahari berada di atas kepala, udaranya akan tetap sejuk.

Melewati Hutan Lindung pemudik akan menemukan pipa-pipa besar sepanjang jalan menuju satu kawasan Pembangkit Listerik Tenaga Panas Bumi PT Indonesia Power Distrik Kamojang yang menjadi penyalur listrik untuk kawasan Jawa-Bali. Kawasan ini juga seringkali menjadi tempat peristirahatan sementara para pelintas. Bangunan Pembangkit Listerik juga cukup ikonik dijadikan sebagai latar foto. Pipa-pipa besar memberikan kesan tertentu, pelintas seakan berada di satu kawasan wisata yang cukup eksotis.

Di antara jalan Kamojang ini selain terdapat kawasan wisata kawah juga terdapat destinasi buatan, Desa wisata laksana. Desa Laksana sendiri merupakan wilayah terintegrasi sebagai kawasan wisata di bawah pembinaan PGE. Ada beberapa kawasan wisata yang dikembangkan dan di bawah binaan PGE, seperti tercantum pada situs ibunkamojang.com, yaitu Kawah Kamojang (Natural Tourism), Pusat Edukasi Geothermal (Geothermal Information Centre/ GIC),  Wisata Agro (Agro Tourism), Wisata Budaya, Wisata Air, dan terakhir masuk kawasan Legok Pulus Kabupaten Garut, Wisata Edukasi Penangkaran Elang.

Berseberangan dengan area kawah adalah destinasi baru yang masih sedang dikembangkan. Berada di area Danau Pangkalan. Menurut pengelola, Danau Pangkalan yang sudah mengering dan berubah fungsi menjadi kebun tersebut akan dinormalisasi oleh pemerintah. Saya masih ingat, waktu kecil jika ada tetangga yang mengajak ke Kamojang sering menyebutnya Pangkalan, mungkin danau ini yang dimaksud. Setiap kali menyebut Kamojang yang disebut adalah Pangkalan.

Sejak memasuki kawasan pembangkit listerik selain cuacanya sejuk, lingkungannya pun cukup asri. Pengunjung bisa menikmati cuaca sejuk sepanjang hari walaupun matahari sedang tepat berada di atas kepala. Jalan berhotmix tanpa lubang, rumput-rumput liar terpotong rapi. Di komplek ini juga menjadi pusat wisata berbasis pembibitan atau agrowisata dan ramah lingkungan. Terdapat rumah makan yang khusus menyediakan berbagai masakan dari jamur. Jika pengunjung lelah bisa beristirahat di Mesjid komplek yang menyediakan tempat parkir cukup luas. Di ujung komplek, pohon pinus mengantarkan pengendara meninggalkan kawasan Kabupaten Bandung menuju Garut diiringan semerbak wangi getah pinus. Suasananya persis seperti puncak. Menjelang sore, kawasan ini berkabut, menjelang pagi dinginnya tidak ketulungan.

Negeri di Atas awan, latar gunung Papandayan saat memasuki wil. Garut/ Abah Raka
Memasuki wilayah Garut, wisatawan akan bertemu dengan kawasan Kamojang Eco Park, sebuah tempat wisata yang berada di pegunungan. Sama halnya dengan puncak bintang di kawasan Cimenyan Bandung, kawasan wisata yang baru dibuka sekitar 4 bulan lalu tersebut mengandalkan hutan pinus sebagai destinasi utama. Dengan kontur pegunungan, salah satu spot yang menjadi andalah adalah coloseum di tengah pohon pinus. Spot foto dengan pemandangan bukit dan lembah menambah pesona Ecopark Kamojang layaknya berada di Tebing Keraton.

Pemudik juga akan menemukan satu kawasan penangkaran Elang di daerah Legok Pulus. Menurut pengelolanya, penangkaran tersebut merupakan satu-satunya pusat penangkaran Elang di Indonesia. Dari 75 jenis Elang yang ada di Dunia 70 persennya ada di Indonesia. Di pusat penangkaran Elang ini pengunjung bisa menikmati gagahnya Elang Jawa yang menjadi inspirasi symbol Negara Indonesia, Garuda. Selain penangkaran Elang yang akan dilepasbiakkan ke alam liar di Hutan Lindung Kamojang. Wisata edukasi ini juga menjadi penampungan dan penyembuhan Elang yang awalnya dimiliki oleh warga untuk kemudian dilepaskan kembali. Area ini tepat berada di sebuah lembah yang dikeliling oleh bukit-bukit hutan konservasi dan arboretum.

Memasuki area Legok Pulus, pemudik akan menyaksikan padang rumput yang cukup luas. Ini merupakan akar wangi yang menjadi produk andalan masyarakat sekitar yang hasilnya di ekspor ke luar negeri. Di wilayah ini terdapat juga Arboretum, sebuah kawasan yang menjadi tempat vegetasi sungai Cimanuk. Area ini memiliki koleksi 200 jenis pohon dengan jumlah 8000-an pohon. Di Kebun akar wangi, pemudik bisa menikmati hamparan rumput yang sudah mulai menguning. Kawasan sejuk ini bisa memberikan therapy alami bagi pemudik yang kelelahan. Latar rumput yang tinggi bahkan menjadi sasaran beberapa pengendara yang hendak mengabadikan gambarnya. Melalui bidikan kamera DSLR rumput-rumput tersebut dapat memberikan efek bokeh yang cantik.

Atraksi alam tidak berhenti sampai Legok Pulus, memasuki kawasan Situ Hapa terdapat sebuah resto yang menawarkan atraksi alam yang tidak kalah cantiknya, yaitu Kebun Mawar. Hamparan bunga mawar menyuguhkan atraksi taman bunga yang asri nan sejuk. Selain bisa berswafoto atau groupy, kebun ini menyuguhkan rupa makanan bagi pemudik yang sudah kelelahan dan butuh asupan gizi. Ya, Kebun Mawar adalah rumah makan berkonsep taman bunga. Di Kebun Mawar, pengunjung bisa berwisata ria sekaligus mengisi perut yang sudah keroncongan.

Memasuki kawasan Samarang, selain atraksi Gunung Papandayan dan Cikurai, kawasan ini menawarkan suguhan Danau yang dapat dijadikan sebagai tempat peristirahatan. Dua kawasan yang tidak kalah sejuknya tersebut bisa dinikmati pengunjung sambil naik perahu kala menikmati alam sekitar, dua tempat tersebut adalah Resort Sampireun yang sudah sering menjadi langganan untuk shooting sinetron, ceramah TV, atau pembuatan video klip, ada juga Green & Resort Kamojang. Keduanya merupakan resort berbasis danau sebagai atraksi utama alamnya.

Pada kawasan ini juga ada satu rumah makan Sunda berkonsep saung di tengah sawah, Rumah Makan Sunda Mulih Ka Desa. Makan di Resto ini pengunjung akan benar-benar makan di area persawahan, jika kebetulan di sawah juga terdapat kerbau yang sedang membajak. Resto ini juga menawarkan penginapan. Bagi warga kota, sensasi menginap di area persawahan ataupun danau akan memberikan sensasi alami yang akan membersihkan toksit-toksit rutinitas kegiatan di kota.

Tentu saja semua atraksi alam dan juga destinasi buatan tersebut tidak bisa dinikmati sekali jalan. Namun setidaknya dapat dinikmati sambil lalu dan jika betul-betul ingin menikmati bisa mengunjungi salah satunya. Mudik melalui jalur ini para pemudik benar-benar dimanjakan oleh atraksi alam yang cantik sekaligus seksi. Cuaca sejuknya akan terasa hingga sanubari. 

Menikmati Atraksi Kawah Kamojang
Area Kawah Kareta Api, bersih dan asri/ Abah Raka
Destinasi utama wisata Kamojang adalah Kawah yang sudah sejak lama menjadi kawasan favorit masyarakat Bandung-Garut dan sekitarnya. Wisatawan akan disuguhi oleh atraksi berbagai jenis nama kawah. Saat memasuki area, pengunjung akan disambut oleh kawah yang lebih menyerupai Kolam. Memiliki nama Manuk, konon kolam kawah ini sering mengeluarkan suara seperti burung. Sayang saat berkunjung suara tersebut tidak saya dengar. Kawah ini tepat berada di area sebelum masuk gapura Kawah Kamojang.

Dengan Retribusi Rp5.000,00 pada hari biasa dan Rp7.500,00 per orangnya pada hari libur, pengunjung akan dimanjakan dengan pemandangan alami, asri, sekaligus bersih. Area ini rupanya telah berbenah dari wajah lama yang apa adanya. Jalan setapak kini sudah dipasangi paving block. Sepanjang jalan kiri dan kanan pohon-pohon hijau rindang mengiringi pengunjung. Area Parkir cukup luas dan nyaman dikelilingi dengan warung-warung yang menyediakan berbagai cemilan khas tempat wisata.

Memasuki jalan setapak yang sudah di-floor dengan rumput-rumput rapih bersih di sekitarnya, dari jauh terdengar suara uap kereta api. Suara tersebut berasal dari sebuah kawah yang menyemburkan gas alam, dengan suaranya tersebut maka kawahnya diberi nama Kawah Kereta Api. Suara dihasilkan dari semburan gas yang cukup kencang yang dipasangi pipa. Area kawah ini menjadi salah satu kawah favorit karena paling atraktif di samping ada penduduk setempat yang sering mengatraksikan dengan melemparkan gulungan kertas atau plastik ke tengah-tengah semburan. Kawah ini sering menjadi objek foto para pengunjung.

Berbeda dengan 10-20 tahun yang lalu, selain bersih, area sekitar juga ditanami dengan tanaman rumput yang nyaman untuk sekedar duduk dan bercengkerama. Seberang rumput yang bersih dan rapi tampak berjejer beberapa gazebo sebagai tempat beristirahat sejenak.

Saat pertama kali berkunjung belasan tahun lalu, di area ini terdapat kawah kendang, karena kawah tersebut mengeluarkan suara seperti kendang. Suara tersebut berasal dari gelembung-gelembung lumpur yang pecah tertiup oleh gas alam dari dalam perut bumi.  Dulu juga terdapat pemandian umum untuk pengunjung, karena airnya yang mengandung blerang diyakini dapat menyembuhkan penyakit korengan. Sayang sekali saat berkunjung lebaran tahun ini, kawah tersebut tidak saya temukan.

Kawah lain yang cukup atraktif adalah kawah hujan. Area kawah ini lebih menyerupai area air terjun. Batu-batu dan aliran alirnya persis seperti di sungai yang yang airnya telah menyusut. Kawah ini menyemburkan air dalam bentuk persis seperti air hujan dari dalam kawah yang hampir dipenuhi oleh batu. Wajar disebut dengan kawah hujan. Selain hujan, berada di area ini, pengunjung sekaligus mandi uap kawah yang diyakini dapat menyembuhkan korengan. Dengan mandi uap atau terlibat dalam atraksi kawah kereta, menjadi bagian agar wisata kawah dapat dinikmati.***[Abah Raka]
abahraka
abahraka abahraka adalah nama pena (media sosial) dari Dudi Rustandi: penulis kolom opini, essai, perjalanan, dan buku.

2 comments for "Menikmati Eksotisme Jalur Alternatif Kamojang"

Terima kasih telah berkunjung, tunggu kunjungan balik saya ya...