Literasi: Hati-hati dengan Remarketing Google!
sumber: google |
Tulisan ini terinspirasi status
Kang Isjet, Chief Community Editor Kompasiana. Ia memosting status tentang
bumerang terhadap seorang pegiat media digital yang bermaksud menyerang sebuah
situs muslim atau dengan kata lain menjelek-jelekkannya namun justeru berbalik
menyerang dirinya sendiri. Tak tanggung-tanggung jabatannya sebagai pendiri dan
juga direktur. Serangan yang dilakukan oleh orang tersebut adalah memosting
iklan yang muncul pada sebuah situs berita muslim. Iklan yang dimaksud adalah
iklan berbau pornografi.
Terlepas benar atau tidak, hoax atau bukan. Google menampilkan iklan berdasarkan kata kunci yang biasa dicari oleh para peselancar. Contohnya, sebulan yang lalu atau beberapa minggu yang lalu saya mencari lensa Nikon 18-200 mm. Saya lakukan banyak pencarian di berbagai marketplace agar mendapatkan harga termurah dan juga barang terbaik. Walaupun pada akhirnya belum membelinya karena alasan keuangan. Setiap saya buka situs apapun, situs yang memasang iklan google akan menampilkan iklan lensa nikon tersebut. Kita seakan diikuti oleh iklan tersebut kemana pun kita pergi.
Terlepas benar atau tidak, hoax atau bukan. Google menampilkan iklan berdasarkan kata kunci yang biasa dicari oleh para peselancar. Contohnya, sebulan yang lalu atau beberapa minggu yang lalu saya mencari lensa Nikon 18-200 mm. Saya lakukan banyak pencarian di berbagai marketplace agar mendapatkan harga termurah dan juga barang terbaik. Walaupun pada akhirnya belum membelinya karena alasan keuangan. Setiap saya buka situs apapun, situs yang memasang iklan google akan menampilkan iklan lensa nikon tersebut. Kita seakan diikuti oleh iklan tersebut kemana pun kita pergi.
Dalam istilah digital marketing,
google sendiri menamakannya sebagai remarketing – pemasaran ulang display yang
dipasang atau barang yang dipasarkan. Untuk para pemasar cara ini sangat
efektif, karena sekali barang kita dicari oleh seseorang, maka kemungkinan besar
barang yang kita kampanyekan pada google adword akan terus muncul pada alamat
email yang kita gunakan untuk mencari barang tersebut.
Sama halnya saat kita mencari
suatu video pada youtube, saat kita buka lagi keesokan harinya youtube kita
melalui alamat email yang sudah terpasang, maka akan muncul lagi video yang
kita cari. Dalam keterangannya, google menulis bahwa remarketing adalah,”Kampanye pemasaran ulang digunakan untuk menampilkan iklan
kepada orang yang pernah mengunjungi situs web Anda atau menggunakan aplikasi
Anda. Kampanye ini menyediakan setelan dan laporan tambahan khususnya untuk
menjangkau pengunjung dan pengguna sebelumnya.” Begitu kata google.
Belakangan seorang teman seperti
ditulis pada paragraf di atas memosting twit seorang pegiat media digital yang menyerang
situs Islam melalui cuitannya. Cuitannya menampilkan bahwa situs Islam tersebut
mengingklankan ‘pornografi’. Ia meng-capture
iklan pornografi tersebut. Kalau rujukannya remarketing, apa yang dicuitkan
adalah pengulangan apa yang sering dicari. Saat membuka situs lain, apa yang
dicari akan muncul kembali.
Bagi orang awam—seperti saya,
bisa jadi dengan polosnya akan menuduh,”wah parah nih, situs Islam kok ngiklanin
pornografi,” tentu saja dengan yakinnya. Jika kebencian saya sudah mendalam
terhadap situs Islam tersebut, saya akan capture dan menyebarkannya di akun
media sosial saya. Agar kredibilitas situs Islam tersebut jatuh. Ya, mungkin
dengan begitu dahaga kebenciannya terlampiaskan. Apalagi situs Islam tersebut
seakan-akan selalu berhadapan dengan cara pandangnya yang berseberangan.
Tapi sayang, dalam persfektif
remarketing, justeru apa yang saya sebarkan memperlihatkan ketidaktahuan saya
tentang dunia digital. Perilaku saya menjadi bumerang untuk saya sendiri.
Karena pada dasarnya iklan yang ditayangkan/
ditampilkan oleh sebuah situs—khususnya yang berasal dari google adalah apa
yang belakangan sedang dicari-cari. Saya kutip dari toffeedev.com, remarketing
memberikan sebuah cara efisien untuk menampilkan iklan spesifik kepada mereka
yang pernah mengunjungi website. Ini merupakan cara terbaik untuk terhubung
kembali—saya ulangi—untuk terhubung
kembali dengan orang-orang yang belum pernah menjadi pelanggan saat
mengunjungi website. Dengan kata lain, saat seseorang mencari pertama kalinya
sudah produk/ jasa, ia akan mendatangi lagi dengan iklan yang relevan dengan
apa yang pernah dicari. Remarketing didasari beberapa kegiatan yang dilakukan
seseorang di dalam website yang dikunjungi.
Pelajaran yang bisa saya petik,
kritis harus tapi sebelum melakukan kritik harus melakukan literasi—literasi digital.
Agar kritik kita lebih elegan dan tidak jadi bumerang. Alih-alih menjadi produktif malah destruktif terhadap diri sendiri.
Tentu saja tulisan ini pada
akhirnya bukan tentang tips beriklan dengan melakukan remarketing tetapi lebih pada
karakteristik dunia digital yang benar-benar transparan. Perilaku kita akan
ditunjukan sendiri oleh media yang kita jajaki. Apa yang kita lihat, apa yang
kita lakukan di media digital akan diperlihatkan juga kepada orang lain. Di Era
digital perilaku kita menjadi transparan, bahkan sekalipun kita menggunakan
akun samaran.***[]
Setuju banget ini, kalau kita sering menulis di medos atau manapun, jangan berpikir deh akan melakukan sesuatu yang aneh, dengan memakai akun palsu, orang-orang pasti tahu itu adalah kita :D
ReplyDeleteKalau saya bilang sih, bijak dalam dunia maya :)