Muslim Milenial, Konsumtif Sekaligus Religius!
Sumber: @abahraka |
Era digital yang tidak lagi
mengenal batas geografis memiliki tokoh panutan yang digitalfriendly, ia melek teknologi sekaligus berwawasan lintas
sektoral, kehadirannya selalu dibarengi oleh viralitas atas sepak terjangnya
yang tersebar di media digital, baik media online mainstream ataupun media sosial. Sama halnya dengan tokoh-tokoh
orde baru dan reformasi, ia juga memiliki pemikiran yang lintas madzhab.
Hanya saja, jika para tokoh-tokoh
Islam sebelumnya terkesan serius dan kaku. Para tokoh Islam Era Digital
cenderung gaul dan kekinian. Sebut saja Hanan Attaki, pendiri Pemuda Hijrah jebolan
Al-Azhar Mesir ini bukan hanya menguasai keilmuan Islam ia juga aktif di media
sosial. Tidak seperti ustadz kebanyakan, Hanan Attaqi mendekati market
dakwahnya melalui pendekatan-pendekatan kekinian; vlogging, update media
sosial, mengenakan sweater hooly, kupluk dan sorban.
Generasi muslim inilah yang hendak
digambarkan oleh Yuswohadi dan kawan-kawan dalam buku Gen M #Generationmuslim, Islam Itu Keren. Generasi muslim era
digital cenderung menjadi muslim yang universal, ia tidak hanya memikirkan
urusan akherat dengan tingkat spiritualitas yang tinggi juga sangat sensitif
terhadap urusan duniawi.
Generasi digital yang sering
dianekdotkan menjadi jaman now
seringkali dikategorikan sebagai generasi Y dan atau Z seperti ditulis oleh Don
Tapscot dalam Buku Grown Up Digital (2009). Dalam konteks muslim
Indonesia diistilahkan oleh Penulis Buku Crowd
tersebut sebagai #GenM karena
pengalamannya lebih kontekstual dibandingkan dengan yang diistilahkan oleh
Tapscot.
#GenM muncul ketika ICMI lahir
diikuti oleh kehadiran Bank berbasis Muslim, Muammalat, lalu keberpihakan
Presiden kedua Indonesia H.M. Soharto, dilanjutkan masa reformasi, naiknya
Gusdur menjadi presiden, Fenomena Aa Gym awal tahun 2000, disusul popularitas
film Ayat-ayat Cinta, lalu opick,
kemudian masuknya nafas Islam ke dalam musik rock seperti dilakukan oleh grup
Band Gigi tahun 2005.
Tahun 2010 merambah ke dunia
fashion, banyak artis dan dunia fashion mulai mengembangkan gerakan hijab,
kosmetik halal, hotel syariah, media Islam. Lalu kemunculan dakwah melalui
media digital tahun 2012, diikuti ekonomi sharing
yang salah satu pendirinya juga mewakili generasi muslim seperti Nadiem Makarim
pencetus Gojek atau Ahmad Zaki CEO Bukalapak. Dakwah melalui media sosial
semakin populer seperti dilakukan Hanan Attaqie, dan lainnya. Peristiwa dan
fenomena tersebut menjadi spirit bagi munculnya generasi muslim di era digital.
#GenM tidak hanya concern terhadap religiusitas secara
personal, juga ditunjukkan melalui perilaku sosial; Zakat bertumbuh pesat,
bukan hanya yang dikelola oleh pemerintah atau ormas, juga oleh Civil Society
Organization (CSO) seperti Rumah Zakat yang jangkauan bantuannya sudah lintas
negara, atau Aksi Cepat Tanggap (ACT), Yatim Piatu, dan masih banyak lagi.
Karakateristik lainnya yang
dimiliki oleh #GenM adalah mereka juga modern, bukan hanya dalam konteks
pemikiran tapi juga perilaku sehari-hari. Mereka selalu update terhadap persoalan dan pengetahuan dunia. Sense of knowledge yang dimiliki oleh
#GenM membuat mereka sangat terbuka,
fleksibel, dan berwawasan luas dalam memandang segala persoalan. Karakteristik
inilah yang menjadi modal bagi lahirnya berbagai ragam inovasi dari #GenM.
Hal yang paling mainstream dari karakteristik generasi
ini adalah Digital Savvy. Mereka
adalah generasi yang bergantung pada teknologi dan masif menggunakan 5 jenis
layar; TV, desctop, laptop, iPad, dan smartphone setiap harinya. Melalui ragam
layar tersebut mereka melakukan banyak aktivitas dari bersosialisasi, melakukan
pekerjaan, berbelanja. Mereka menganut gadget
freak dimana aktivitasnya banyak dihabiskan bersama kelima layar di atas
sehingga kemampuan relationship dan social skill nya kurang. Mereka juga
hidup di banyak tempat online (komunitas) baik berbahasa lokal ataupun global.
Banyaknya relasi secara online dari
komunitas global membuat pikiran mereka juga sangat terbuka. Merekalah generasi
global sesungguhnya, karena mereka tidak hanya mengetahui secara global
persoalan, mereka juga sudah terkoneksi dan berelasi secara global secara online.
Yuswohadi dkk memotret dengan
gamblang dalam buku berjudul #GenM
yang diterbitkan oleh Bentang tersebut bagaimana generasi muslim masa kini
bukan saja religius baik secara personal atau individual. Ia juga menjadi
dinamisator ekonomi di Indonesia, baik ekonomi berbasis sosial seperti
pengelolaan ZIS dan wakaf ataupun berbasis ekonomi sharing. Generasi muslim
mengisi hampir di setiap sektor ekonomi Indonesia dari ekonomi berbasis
teknologi sampai seni.
Sebagai buku hasil penelitian, buku
ini sangat komprehensif dalam memotret kemunculan generasi baru muslim di era digital.
Namun tidak seperti hasil-hasil penelitian yang cenderung disajikan dalam
kemasan serius, buku ini justeru sebaliknya, ditulis dan dikemas dengan cara
populer. Penulisan subjudul yang mengikuti trend digital menambah kesan ngepop terhadap buku kajian yang masih
langka ini di Indonesia mengenai kebangkitan Islam Populer. Sehingga segmentasi
pembaca pun bisa dari semua kalangan.
Untuk memahami generasi muslim masa
kini agar tidak kehilangan kesempatan berinteraksi dengan para inovator yang
berasal dari generasi , buku ini layak menjadi bagian dari koleksi. Namun tentu
saja, buku ini tidak memotret bagaimana generasi muslim yang masih jauh dari
koneksi internet, sehingga tidak seharusnya memakan mentah-mentah semua isinya.
Membaca buku ini harus ditempatkan pada konteksnya, yaitu yaitu potret generasi
muslim yang sudah terhubung dengan jaringan internet. ***[]
makasih sharingnya
ReplyDeleteSama-sama terima kasih bu Tira sudah berkunjung...
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDelete