Kopi dan Buku

Sebuah kiriman dibagikan oleh Dudi R (@abahraka) pada

Setiap membaca buku, seringkali rasa kantuk datang. Padahal buku yang harus dibaca adalah buku yang cukup menarik untuk dilahap. Alhasil, menjadi cara yang disadari, jika ingin mengundang kantuk adalah membawa buku ke tempat tidur, agar tidak mesti lagi pindah tempat. Ini seakan menjadi kebiasaan sejak SMA dan kuliah.

Namun seiring pekerjaan yang harus sering berjibaku dengan buku, termasuk buku-buku yang seringkali tidak menarik untuk dibaca, karena tuntutan pekerjaan, mau tidak mau harus berteman dengan buku. Sayang sejak kuliah, maag seperti menjadi penghalang agar mata ini tetap terjaga. Penyakit maag yang kronis menjadi phobia saat berhadapan dengan kopi. Padahal kopi bisa menyegarkan konsentrasi dan membantu agar tetap fokus.

Belakangan, muncul iklan “kopi putih” di televisi yang katanya aman bagi lambung, saya pun mencoba beberapa kali dan saya coba juga kopi hitamnya dari brand yang sama. Pertama dengan kopi putih, tidak menyelesaikan persoalan, setiap setengah gelas habis saya teguk, masalah mulai datang, perut mulai gemetaran hingga akhirnya turun ke lutut alias salatri. Ini artinya bahwa walaupun sudah makan, perut ini meminta kembali untuk diganjal dengan makanan cukup berat.

Saya coba dengan brand kopi hitamnya. Beberapa kali mencoba, memang cukup segar. Tetapi setelah seminggu mengkonsumsi dengan masalah yang bisa diminimalisir. Persoalan baru datang. Saya stress berhadapan dengan jenis nasi dan makanan lain. Sampai-sampai ketika lapar akhirnya malah tambah stress karena hampir dipastikan tidak akan ada asupan makanan. Entah berasal dari kopi hitam atau bukan, yang jelas saat stok kopinya habis, sedikit-demi sedikit, tingkat stress saat menghadapi nasi mulai berkurang dan kembali seperti semula lagi, alias rewog.

Kopi pun menjadi phobia, kopi jenis apapun, terlebih lagi kopi hitam dari jenis sobek. Mencium aromanya saja dari kebulnya, kepala ini sudah pusing dan perut mual.  Alhasil, hanya bisa iri dengan teman-teman yang bisa asyik menikmati secangkir kopi, apalagi dengan rokok di tangan. Sepertinya surga dunia banget.

Ya phobia dengan kopi! Bukan sesuatu yang patut dibanggakan, bahkan merasa tidak sempurna menjadi makhluk sosial karena tidak bisa bersosialisasi dengan secangkir kopi. Padahal tagline sebuah warung kopi di kawasan Gading Tutuka Dari Ngopi Jadi Dulur. Apakah saya tidak bisa menjali pertemanan dengan perantara secangkir kopi? Karena dengan sebatang rokok sudah mulai dikurangi!

Karena phobia, beberapa kopi hasil mahugi hanya menjadi pajangan dalam toples dan sebagian entah sudah berapa gram jadi milik tetangga dan saudara. Sebelum akhirnya tahu bahwa kopi-kopi yang menyebabkan tingginya asam lambung saat mengkonsumsi kopi bukan dari kopi sendiri tapi dari bahan kimia yang menjadi campuran kopi.

Pada 2015 tanpa sengaja mampir di sebuah warung kopi di bilangan Merdeka Garut. Masterblackcoffee. Di Garut, cafe-cafe sudah mulai menjamur dengan menyediakan berbagai aneka makanan berat dan camilan ringan plus yang tidak ketinggalan adalah kopi.

Dari hasil nongkrong tersebut dan dengan ragu-ragu memesan kopi dengan kadar yang minim. Momentum silaturahmi dengan beberapa mahasiswa tersebut yang membukakan wawasan saya tentang kopi, hingga akhirnya saya tulis menjadi semacam feature tentang kopi. Ini tulisannya: Kopi Garut.
Saya tidak hanya mengenal jenis kopi yang secara general terbagi dua; robusta dan arabica. Saya juga mengenal bagaimana roasting atau penyangraiannya. Saya juga kenal rasanya. Bagaimana robusta dan arabica. Sejak saat itu, kopi hasil mahugi yang masih awet dalam toples saya coba seduh. Kopi Aceh. Terkenal enaknya. Kebetulan saat gathering dengan salah satu brang pengiriman kilat, sang manager bicara tentang kopi. Saya coba metodenya. Cukup berhasil. Melalui satu seduhan dengan metode yang saya lakukan ternyata tidak membuat perut gemeteran ataupun lutut menjadi lemes.

Satu kali dua kali tiga kali, akhirnya 200 gram kopi dalam toples habis juga. Tanpa menyisakan sakit perut atau lapar yang mendadak seperti sebelum-sebelumnya. Tidak juga muncul rasa gelisah karena perut menjadi panas.

Tulisan tentang kopi aman bagi penderita maag: Tips Ngopi bagi Penderita Maag. 

Dari pengetahuan sedikit tentang kopi, banyak ngobrol tentang kopi. Tahu sedikit bahwa kopi sobek banyak campuran termasuk bahan kimia, walaupun dalam batas normal sehingga membuat lambung tidak nyaman. Salah satu cirinya adalah saat kita buang air kecil, bau air seninya seperti bau kopi yang kita minum. Bisa dibuktikan! Minum satu gelas kopi putih dari brand apapun, saat buang air kecil baunya menyerupai aroma kopi.

Dari pengalaman minum kopi tubruk tersebut, mengantarkan pada pencarian pengetahuan tentang kopi lagi. Bukan hanya sekedar menikmati tapi juga menjadi semacam obat agar setiap kali berjibaku dengan buku bukan rasa kantuk yang saya dapat, tapi konsentrasi dan rasa percaya diri!

Al hasil sejak bertemu dengan barista masterblackcoffee itulah tahu, entah jadi sugesti, kini menjadi penikmat arabica. Robusta pun tidak menjadi masalah selagi disajikan dengan cara sendiri hehehe. Jika pun harus pesan di warung khusus kopi (bukan warung indomie) asal sesuai dengan permintaan, sepertinya tidak terlalu bermasalah dengan perut.

Kini, kopi bukan soal gaya hidup, karena percuma disajikan dengan tingkat seni yang tinggi dan mahal jika akhirnya harus berjibaku dengan perut yang mulai nendang-nendang karena lapar mendadak atau ngajak pulang karena gemeteran. Kopi adalah soal kerja keras, soal konsentrasi, dan tentu menjadi masa depan. Karena beberapa kulian dan atau sampingan selalu berjibaku dengan buku. Kopi kini menjadi teman baru yang bisa melengkapi saat harus membuka lembaran-lembaran buku. Bahkan buku yang sama sekali tidak disukaipun.

Kopi dan buku kini menjadi paket lengkap agar bisa berkencan di malam minggu, saat sesekali anak dan isteri lebih memilih beristirahat.

Kopi dan buku, bukan gaya hidup. Tapi bagaimana soal bisa menikmati pekerjaan tanpa harus berlelah-lelah. Kopi dan buku bukan soal pamer di media sosial, tapi bagaimana keduanya bisa menjadi teman agar cita-cita yang belum kesampaian bisa diwujudkan. Dan tentu saja dengan tetap berharap bahwa perutku baik-baik saja.


5 comments for "Kopi dan Buku"

  1. wah si akang ini pengeahuan tentang kopinya lumayan dalam, saya sendiri mengkonsumsi kopi sekedar untuk mengurangi merokok saja.

    Salam

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ya nih gegara suka kopi tapi gak bisa ngopi karena punya maag, akhirnya jadi berpetualang, mencari tahu gimana caranya ngopi tapi aman di perut...

      nuhun tos hadir kang Yudi...

      Delete
  2. kopi memang bisa menenamni kita saat kantuk mulai datang ya

    ReplyDelete
    Replies
    1. leres teh Tira, yang penting jangan kopi sobek hehe

      Delete
  3. Feature
    http://coretanjess.blogspot.co.id/2017/12/seminar-sociopreneur-fisip-uin-sunan.html?m=1

    ReplyDelete

Terima kasih telah berkunjung, tunggu kunjungan balik saya ya...