Menikmati Sore di Teras Cikapundung
Sungai Cikapundung tampak bersih dengan Amphitheater yang siap jadi tempat persinggahan pengunjung. |
Kita tunda kemacetan, kita tunda dahulu banjir cileuncang yang konsep solutifnya sedang disiapkan oleh walikota. Mari kita tengok sejenak Kota Bandung yang semakin elok, semakin menarik dan punya sex appeal untuk disentuh dan digauli siapapun yang mampir ke Bandung. Karena setiap kali menemukan persimpangan, setiap kali menemukan ruang kosong tanpa gedung, kota Bandung telah mengisinya dengan berbagai jenis ide yang dituangkan dalam bentuk Taman—bahkan rawa dan pinggiran sungai yang tadinya tidak elok kini tampak cantik dan menawan.
Memang sih, sekarang ada juga orang yang sinis dan sentiment dengan Bandung karena walikotanya popular di media sosial bahkan mendapatkan berbagai jenis penghargaan—bukan hanya dari dalam negeri tapi juga dari luar negeri atas inovasinya membenahi kota Bandung. Tapi lupakan saja, mending warga Bandung menikmati atas anugerah yang telah diberikan Tuhan ini. Kita kembali ke pinggiran sungai yang awalnya seperti rawa tak terurus, terkesan tempat ini adalah tempat angker dan jorok. Apalagi kalau bukan Bantaran Sungai Cikapundung.
Beberapa bulan lalu, tepatnya Januari 2016 Pemkot Bandung telah meresmikan bantaran sungai tersebut yang kini memiliki nama Teras Cikapundung. Ridwan Kamil mengubah bantara tersebut menjadi taman elok yang nyaman. Rawa dan belantara rumput liar pun kini menjadi arena bercengkerama keluarga dan sanak famili. Bahkan seisi sungai mengalir dengan bersihnya. Pemkot Bandung benar-benar menyulap area ini menjadi taman persinggahan para mojang dan jajaka Bandung yang ingin menikmati pagi atau sore.
Beberapa bulan lalu, saya menyempatkan diri membawa anak-anak untuk menikmati sore di Coloseum Cikapundung yang santer dan popular belakangan ini. Peresmiannya sendiri dilakukan ole Sang Walikota, Ridwan Kamil.
Setelah menyelesaikan hajat tepat lepas ashar, kami langsung bergegas menuju Jalan Ganesha, lalu berbelok dan akhirnya kami temukan jalan Babakan Siliwangi. Jam 16.30, cuaca cukup cerah, kendaraan kami parkirkan di area Babakan Siliwangi karena belum tahu jika di area Coloseum terdapat area parkir untuk kendaraan roda dua. Kami pun menyeberang dan melewati jembatan Cikapundung dan masuk ke area tanpa dipungut biaya.
Walaupun gratis, petugas tetap berjaga di sekitar area bahkan pemandu area terus menerus memberikan informasi kepada pengunjung untuk tetap menjaga kebersihan. Karena area Teras Cikapundung tidak memiliki petugas kebersihan khusus sehingga pengunjung harus memiliki kesadaran sendiri menjaganya.
Menikmati Teras Cikapundung
Taman di pinggiran sungai |
Kesejukan aliran hutan kota menjadi sangat pas untuk mencengkeram anak-anak yang sedang gila-gilanya bermain. Alam terbuka menjadi pilihan agar ia dekat dengan unsur-unsur alam yang membentuknya sejak ia bergumpal menjadi darah. Agar ia kenal dengan siapa yang menciptakannya, agar ia tidak asing kelak saat dewasa. Apalagi ada satu fasilitas mainan anak modern walaupun sangat terbatas – kolam pancing ikan.
Kami di sini menikmati suasana sore yang teduh, sejuk, dan tenang walau tetap kendaraan berlalu lalang di jalan Babakan Siliwangi. Keramaian tak membuat kami hingar. Pengunjung sepertinya menikmati suasana yang ditampilkan ruang public baru tersebut. Termasuk saya. Bagaimana kolaborasi antara alam dan kontribusi tangan sang walikota hingga menghasilkan sebuah tempat yang unik sekaligus menjadi daya Tarik baru kota Bandung.
Untuk menikmati Teras Cikapundung, fasilitas berikut bisa menjadi untuk tempat-tempat refreshing sekaligus hunting photo, sehingga sore itu betul-betul merasa ekstase menikmati sajian teras sekaligus alam yang ada;
Jembatan Merah. Jembatan merah menjadi salah satu tempat favorit pengunjung untuk berselfie ria. Bahkan saat pengunjung sedang penuh pun, pada pemburu selfie sepertinya tidak peduli dengan keramaian tersebut. Yang penting mereka bisa bersenang-senang dengan selfie atau wefie-nya.
Amphitheater. Tempat yang cocok untuk segala kegiatan saat berkunjung ke Teras Cikapundung. Di tempat ini pengunjung bisa bercengkerama dengan anak, teman, atau keluarga. Tempat ini juga menjadi venue yang paling pas untuk menikmati semua area Teras Cikapundung; sungai, taman, patung kura-kura, hieroglief ikan, ambil gambar, ataupun menonton semua perilaku para pengunjung.
Menjelang malam hari, tepatnya selepas magrib, melalui amphitheater, pengunjung bisa menikmati mewahnya cahaya lampu dari air mancur, tanaman, dan pepohonan yang ada di Teras Cikapundung.
Air Mancur. Selain amphitheater yang bisa dijadikan tempat bercengkerama, salah satu daya Tarik dari Teras Cikapundung adalah Air Mancur yang menyala karena disorot lampu. Pengunjung bisa menyaksikan sedekat-dekatnya air mancur dengan warna menyala tersebut karena tidak dibatasi pagar.
Taman. Sejak kepemimpinan Ridwan Kamil, taman-taman kota menjadi salah satu ciri khas di kota Bandung. Tak terlewatkan di Teras Cikapundung. Taman-taman tampak berada dalam sudut Teras dengan bunga daun warna-warni. Bagi para pembutu photo bisa dijadikan sumber imajinasi dalam menghasilkan karya. Begitu juga untuk pengunjung, sayang jika melewatkan salah satu sumber kesejukan dan keindahan di area ini.
Air Sungai Bersih. Walaupun tidak bening, menjadi pemandangan yang aneh/ unik saat melihat air sungai yang bersih dari sesampahan atau warna. Cukup satu warna saja, yaitu agar kecokelat-cokelatan. Tidak hitam atau merah yang biasanya jadi pemandangan umum sungai-sungai di kota besar karena banyak dijadikan pembuangan limbah pabrik.
Perahu Karet. Pada jam-jam tertentu, pengunjung juga bisa menikmati perahu karet sebagai pelengkap wisata Teras Cikapundung. Sayang sore itu, perahu karet sepertinya bukan jadwal untuk menikmati aliran sungai Cikapundung.
Hierogliph dan Patung Kura. Dinding yang memisahkan antara area air pancur dan amphitheater tidak sekedar pembatas. Ia juga bisa dinikmati pengunjung sebagai karya seni. Bahkan saat kami sampai pada area tersebut, banyak pengunjung yang berfoto ria di area tersebut.
Menjelang malam, lampu taman menyala dengan eloknya |
Terima kasih Tuhan, terima kasih Bandung, terima kasih Kang Emil. Memang benar, Tuhan menciptakan Bandung saat ia sedang tersenyum.
keliatannya asyik min heheh
ReplyDeleteIya nih bisa ngadem di sini hehe
DeleteIya, padahal pas saya ke sana mah lagi sepi, da
ReplyDeleteIya kayaknya sore2 yang rame, apalagi nanti bulan puasa nih hehe
Deletecinta sekali dengan Bandungku, semoga masyarakatnya selalu menjaga kebersihan Bandung tercita ya, Bah. Aamiin. Salam kenal :)
ReplyDeleteIya teh Rara, tambah betah aja ya di Bandung...
DeleteThis comment has been removed by the author.
DeleteWah wah wah.. Eloknyaaaa..
ReplyDelete2013 lalu saya ke Bandung, belum seelok ini :)
Ayo teh Ria ke Bandung lagi, mampir ke Teras Cikapundung sore-sore
DeleteWah baru denger ada istilah goufie. Bandung itu tidak hanya elok wisatanya, mojang, jejaka dan tulisan ini pun elok. Sepakat dah kalo Bandung diciptakan saat Tuhan tersenyum. ☺️����
ReplyDeletehahaha salah nulis, Groupi kang...
Deletedi teras biasanya semilir itu, saya ngrasain soalnya...
ReplyDeletebener kang semilirna amis tiis hehehe
DeleteAduh jiga nu rame eta mah abah jadi pengen mencoba nih bah.
ReplyDeleteRame pisan atuh Kang pasosore, bari ngabuburit hehe
Delete