Antara Berbagi dan Menggurui
Sumber: normantis.com |
Tagline Sakral dalam dunia blogging adalah Sharing dan Connecting. Bagi saya selain berbagi juga berjejaring alias silaturahmi. Menjalin relasi dengan berbagai latar belakang blogger yang heterogen. Walaupun ngeblog sudah sejak 2006, berjejaring mulai terasa sejak kenal Kompasiana 2009. Berjejaring bagi saya selain bertambah teman juga bertambah ilmu.
Para blogger berasal dari berbagai jenis profesi dan pendidikan. Namun itu bukan soal, semua disatukan oleh sakralitas berbagi dan berjejaring. Namun, tidak semua yang dibagikan tersebut bisa dibaca oleh para netizen dan blogger. Tentu semua disesuaikan dengan kesukaan dan passion atau apa yang ingin diketahuinya. Wajar jika pada akhirnya pilih-pilih, karena semua itu adalah hal lumrah dan alamiah.
Belakangan dari kegiatan blogging juga mendatangkan hal lain seperti rezeki yang tidak disangka-sangkat, misalnya ditawari jadi redaksi majalah, jadi content writer, buzzer, atau pun undangan event-event. Tawaran tersebut mau diambil atau tidak, tentu tergantung pribadi kita. Disesuaikan dengan waktu luang. Hal ini juga bagi saya bagian dari dampak berjejaring seperti pernah dikatakan oleh para guru kita. Silaturahmi memperpanjang rezeki.
Bukan hanya rezeki, juga mendatangkan ilmu. Dari mulai ikut kelas-kelas blogging, blogshop, seminar, blogger gathering, dan lain sebagainya. Apa yang luar biasa dari itu semua? Yang luar biasa adalah kesempatannya bisa mengenal dan berjejaring. Silaturahmi dan silaturahimnya. Semua ada dalam bingkai blogging.
Namun bukan berarti blogging berjalan tanpa dinamika, apalagi saat berbagi tulisan politik. Tidak sedikit yang nyinyir karena tidak mendukung calon yang sama. Kadang komentarnya sangat pedas. Muncullah fenomena unfriend dan unfollow. Berbagi tidak selalu direspon dengan positif, padahal tidak menyinggung personal blogger sama sekali. Ini bagian dari resiko berjejaring, sama beresikonya dengan kehidupan dunia nyata. Biarpun kita berbagi dan tidak berniat jahat selalu ada orang yang usil dan tidak senang. Menulis tidak menulis, berbagi tidak berbagi tetap diomongin dan dinyinyirin orang.
Tidak hanya fenomena tersebut, dengan latar belakang berbeda-beda entah pendidikan, keahlian, atau kemampuannya. Muncul juga fenomena menggurui dengan menempatkan diri menjadi Blogger super, tanpa cacat sedikitpun.
Jangankan orang dewasa, kadang anak-anak saja sekarang tidak mau digurui. Mereka senang jika cara menyampaikan atau mengkritiknya dengan Bahasa berbaur, tidak berjarak, atau menempatkan diri di tengah. Sedangkan Bahasa menggurui cenderung memosisikan dirinya serba tahu dan menganggap orang lain baru lahir.
Dalam dunia pendidikan istilah menggurui ini biasanya diistilahkan pedagogi. Di dalamnya ada isntruksi, di dalamnya ada telunjuk. Guru memosisikan diri serba tahu, serba segalanya. Namun sepertinya, pendidikan sekarang selain masih bertahan paradigram pedagogi, juga sudah menggeser paradigmanya bagaimana cara pembelajaran orang dewasa atau kalo gak salah istilahnya Andragogi.
Terlepas istilah andragogi dan pedagogi tersebut. Kembali ke diri pribadi, memosisikan diri menjadi orang yang serba paling tahu dalam berbagi justeru akan mencederai silaturahim. Karena mengganggap orang lain baru anak kemarin sore.
Dalam berbagi semua orang memosisikan diri setara dan sejajar. Yang tahu sesuatu lebih dahulu dari yang lain, berbagi untuk rekannya yang belum tahu. Begitu juga sebaliknya, memosisikan diri lebih rendah dari orang lain hanya akan menempatkan diri lebih rendah dan lebih dalam kerendahdirinya. Kita justeru akan tambah minder.
Dalam berbagi, semua sejajar. Posisinya bukan memberi tahu tapi berbagi ilmu. Istilahnya saja sudah beda. Memberi tahu dan berbagi. Dan itulah yang membuat saya merasa bisa bertahan jika masuk komunitas. Berbaginya lebih dominan daripada memberi tahunya. Berbagi adalah menginspirasi. Orang yang berbagi biasanya bisa menginspirasi orang lain. Tidak pelit ilmu.
Bagaimana cara membedakan mana yang memberi tahu dan menggurui? Saya kira setiap orang memiliki sense of ego. Kembali ke diri sendiri. Berbagi akan mendatangkan silaturahmi. Menggurui? entahlah, mungkin banyak yang merasa jenuh dan bosan. Apalagi kita bukan guru. Selamat Berbagi selamat Hari Sabtu. ***[]
kadang menggurui sering bikin ego oarng lain meningkat, jadi lebih baik dengan cara lain ya. Dengan diskusi yang santai
ReplyDeleteIya suka kerasa sama saya juga, bukannya nurut malah pengen berontak. Jadi harus betul2 bisa menempatkan ya teh Tira
DeleteHmmm, catatan banget nih buat saya. Kadang saya masih suka sok tahu dan menggurui, padahal orang ga suka digurui ya. Padahal niatnya mau berbagi tapi kesannya orang masih merasa digurui. Sense of egonya musti diasah lagi. Makasih sudah menuliskan ini. Jadi refleksi buat saya
ReplyDeletePada dasarnya catatan buat saya juga teh Maya hehe. Mengingatkan diri sendiri, kalo orang lain banyak yang lebih juga ilmunya dr kita ya...
DeleteSenang dengan tulisan abah ini.. menurut saya sih kadang2 sy pribadi suka lupa, bahwa orang lain itu bukan 'aku'..
ReplyDeleteYa begitulah kang, saya sendiri suka lupa dengan 'aku' itu. Sehingga menganggap yang lain itu 'aku' juga...jadi yang lain gak suka nih kang? Hehe
DeleteSenang dengan tulisan abah ini.. menurut saya sih kadang2 sy pribadi suka lupa, bahwa orang lain itu bukan 'aku'..
ReplyDeleteMungkin terlalu bahagia dengan diri sendiri, lupa, kalau orang lain pun punya pengalaman yang sama atau bahkan lebih banyak dan dahsyat.
ReplyDeleteIya teh, kalo sudah begitu, mungkin bisa bikin orang minder juga. Bukan malah memotivasi ya..., kadang saya juga lupa...
DeleteMungkin terlalu bahagia dengan diri sendiri, lupa, kalau orang lain pun punya pengalaman yang sama atau bahkan lebih banyak dan dahsyat.
ReplyDeleteSalam kenal dari Semarang, Abah
ReplyDeleteBerbagi akan mendatangkan silaturahmi, setuju sekali. Terimakasih atas pengingatnya.
Salam kenal mbak Arina. Persis ya spt yang ditulis dlm Al-Qur'an. Tulisan ini sembari mengingatkan diri sendiri mbak...makasih sdh berkunjung ya mbak
Delete