Fungsi Advokasi Media

Media menunjukan kembali kekuatannya di hadapan publik. Setelah berhasil “membebaskan” beberapa orang dari jeratan kasus hukum seperti Prita, Bibit dan Chandra, Darsem, AAL, dan kasus lainnya. Senin malam, 09 Oktober 2012 media pun mampu mendorong Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bersikap tegas dalam sengketa kasus korupsi simulator SIM antara Polri dengan KPK. Melalui pidatonya SBY menegaskan bahwa kasus simulator ditangani oleh KPK sementara kriminalisasi terhadap Novel Baswedan agar dihentikan terlebih dahulu untuk memberikan kesempatan kepadanya agar bisa menyelesaikan kasus-kasus yang sedang ditanganinya.

Sikap tegas ini meleset dari perkiraan beberapa intelektual fesbuker yang memprediksi bahwa presiden SBY hanya akan berani berharap saja. Terlepas dari melesetnya para pengamat dan intelektual, ada satu yang menarik perhatian, yaitu peran besar media dalam mempengaruhi sikap SBY. Jika selama ini SBY hanya menonton dan memperhatikan media, dalam kasus KPK dan  Polri ini, SBY terpengaruhi ‘provokasi’ media, baik media konvensional (media cetak dan elektronik) ataupun media baru (media online dan media sosial). Dalam konteks inilah, media menunjukan giginya sebagai the fourth estate. Seperti diberitakan Pikiran Rakyat, selama beberapa hari bahkan minggu, Harian terbesar di Jawa Barat tersebut terus mengawal perkembangan kasus perseteruan antara KPK dan Polri.

Hampir setiap media secara terus menerus menyoroti kasus korupsi simulator SIM antara KPK dan Polri. Disusul dengan rencana revisi Undang-undang KPK yang ditengarai akan mengebiri peran KPK. Pikiran Rakyat (Senin, 8 Oktober 2012) mencermati ada 15 pasal yang akan akan ditengarai melemahkan KPK. Berita ini menggelembung menjadi opini publik yang mengarah pada dukungan publik kepada KPK. Di media sosial misalnya, facebook, twitter, googleplus, atau media sosial berbasis konten kompasiana, banyak profil photo yang berganti dengan gambar tulisan ‘saveKPK’. Gerakan ini merupakan bentuk dukungan terhadap KPK sebagai lembaga penyelamat hukum di Indonesia untuk terus memerankan fungsinya sebagai lembaga yang bersih. Perannya sedemikian besar dalam menyelamatkan uang rakyat.

Kontrol Sosial
Dalam teks-teks akademik, sebagai lembaga sosial, media/ pers menjelma menjadi lembaga yang memiliki kekuatan dengan menjalankan fungsi-fungsi selain sarana informasi dan hiburan juga menjalankan fungsi persuasi, transmisi budaya, kohesi sosial, dan control sosial. Fungsi control sosial dalam kaitannya dengan kehidupan politik pemerintahan, menjelma menjadi fungsi dalam melawan kekuasaan dan kekuatan represif. Fungsi control sosial ini misalnya menjelma saat Presiden RI ke-2 berkuasa hingga presiden yang sempat disegani di Asia tersebut lengser. Pada era reformasi, fungsi kontrol sosial mampu menaklukan pemerintah saat berencana menaikan BBM pada masa pemerintahan Megawati dan Kabinet Indonesia bersatu Jilid dua beberapa bulan yang lalu.

Kontrol sosial bekerja melalui pesan-pesan yang tersebar menembus ruang yang dikemas sedemikian rupa sehingga mempengaruhi persepsi publik. Persepsi publik sebagai inti dari komunikasi menjelma menjadi opini publik. Opini inilah yang menjadi kekuatan pendorong terjadinya control sosial. Bentuk control sosial media menjadi control sosial masyarakat. Ia mampu mengubah keinginan pemerintah untuk menunda kebijakannya saat akan menaikkan BBM. Inilah wujud praxis dari teori konstruksi sosial media yang digagas oleh Peter L. Berger.
Dalam konteks perseteruan antara KPK VS Polri, media memiliki peran penting tidak hanya berhenti pada fungsi kontrol sosial atau melawan kekuasaan yang represif, namun harus berlanjut menjadi bentuk advokasi. Hal inilah yang tidak pernah tercantum dalam teks-teks akademik tentang fungsi media. Bentuk advokasi sendiri lazim dilakukan oleh organisasi nonpemerintah baik Lembaga Swadaya Masyarakat yang sekarang kita kenal dengan istilah Civil Society Organization (CSO). Ia bertujuan membangun kekuatan masyarakat untuk membela dirinya melalui pendidikan  kritis. Hal ini telah dilakukan oleh media, ia menjadi sarana pendidikan kritis dan control sosial. Namun,  tidak cukup hanya pada proses penyadaran. Advokasi media pada akhirnya harus mendamping setiap kasus hingga masalahnya selesai sesuai dengan tujuan bersama.

Keberpihakan Media
Berkaitan dengan kasus di atas, lantas bagaimana dengan posisi media yang harus selalu menjunjung independensi?. Independensi media terletak pada keberpihakannya terhadap kebenaran. Kebenaran menjadi elemen kunci dalam pelaporan jurnalistik. Seperti diungkapkan oleh Bapak Jurnalisme Bill Kovach dalam bukunya The Elemen of Journalism. Pengungkapan kebenaran tersebut, tidak hanya menjadi milik wartawan atau pencari berita, namun juga awak media yang memiliki kebijakan redaksi. Inilah sejatinya media dalam memperjuangkan kebenaran. Independensinya tetap harus berpihak. Media juga harus berpihak kepada masyarakat lemah baik lemah secara ekonomi, politik, sosial, ataupun hukum. Keberpihakan kepada kebenaran dan masyarakat lemah ini menjadi ciri khas dari bantuk advokasi.

Keberpihakan ini harus terkonsep dalam strategi advokasi mulai tujuan, pendekatan, dan target. Media sendiri dipandang memiliki semua elemen dasar dalam melakukan advokasi. Elemen tersebut menurut  Chasan Ascholani, seorang aktifis dan penulis buku New Episode of Farmer Movement in Indonesia,  terdiri dari pendanaan, afiliasi, tujuan, data, audiens, pesan, selain juga elemen yang terkait dengan manajemen yaitu evaluasi.

Sebagai sebuah industri, peran-peran tersebut tentu menjadi cukup berat bagi media, namun dengan jaringan yang dimiliki media, jika mampu mengkoordinasikan semua elemen tersebut menjadi sebuah strategi ia akan mampu mengubah kondisi sosial politik dan kebijakan pemerintah yang tidak berpihak kepada kepentingan masyarakat lemah. Jika hari ini KPK dianggap mewakili kebenaran dan kepentingan masyarakat. Maka media akan mengawal terus KPK sehingga rencana revisi dengan 15 pasal yang akan dilucuti DPR tidak berlanjut atau justeru berbalik dengan adanya advokasi media, beberapa pasal yang lemah justeru diperkuat. Seperti dinyatakan oleh Wakil Ketua DPR pada saat wawancara dengan Metro TV, jika rencana revisi UU KPK tersebut justeru melemahkan maka harus dihentikan. Inilah sejatinya advokasi media. Ia bergerak dari tujuan hulunya untuk membela kepentingan masyarakat, hingga ke hilirnya terciptanya Negara yang bersih dan masyarakat yang kritis serta sejahtera. Sebutan sebagai the fourth estate pun tidak sia-sia. Semoga!

Dudi Rustandi, Kepala Biro Analisis Media Bandung Intellectual Circle (BIC)
PR edisi Kamis, 11 Oktober 2012

4 comments for "Fungsi Advokasi Media"

Terima kasih telah berkunjung, tunggu kunjungan balik saya ya...